Hukum Transendental

by - April 07, 2020


Pemikiran transendental menarik perhatian para pengagas ilmu, dianggap sebagai pemikiran alternatif masa depan ditengah dialektika paham rasionalis yang positivistik yang dianggap sudah tidak mampu mengatasi berbagai persolan hidup dan kehidupan.

Ilmu modern yang rasional-positivistik dianggap bukanlah segala galanya. Pemikiran transendental berkaitan dengan pemahaman yang menempatkan ilmu pada jangkauan yang lebih luas melampau batas-batas normatif kaidah ilmu yang bersifat rasional.

Para ilmuwan menempatkan kajian transendental pada bingkai ilmu yang bersifat metafisika atau supranatural karena melampau batas-batas alam fisik, dan bersifat spiritual.

Berikut poin penting yang perlu diketahui dalam hukum transedental:

Studi Hukum Tidak Otonom

Studi hukum dimulai tidak sebagai disiplin yang otonom, melainkan sebagai bagian dari studi filsafat. Lebih dari dua ribu tahun yang lalu orang sudah membicarakannya. Kehadiran yang amat dini tersebut disebabkan oleh eksistensi dari tatanan itu sendiri. Tatanan merupakan sisi lain dari kehidupan bersama manusia. Manusia adalah makhluk tatanan. 

Produk Hukum yang Lahir Bersifat Trasnsedental-Spekulatif dan Sangat Falsafati

Oleh karena ketiadaan tatanan yang diartikulasikan secara publik dan positif di masa dua ribu tahun lalu, maka metode mempelajari hukum juga tidak memiliki rujukan yang positif-konkret, melainkan tatanan yang “tertulis dalam pikiran dan sanubari manusia”. Maka, metode yang dipakai juga dituntut untuk mengantarkan kita kepada “wujud hukum” yang demikian itu, yaitu metode transedental-spekulatif.

Transedental-spekulatif di sini menurut Immanuel Kant diartikan sebagai hukum alam yang dapat dipelajari oleh akal, serta hukum alam tersebut ada dalam diri manusia yang dikenal dengan hukum moral yang membuat keteraturan dalam hubungan manusia. 

Sedangkan hukum bersifat falsafati karena hukum berasal dari studi filsafat. Filsafat hukum adalah bagian dari filsafat umum. Maka untuk mengetahui filsafat hukum, terlebih dahulu harus mengetahui filsafat secara umum. Oleh karena itu filsafat hukum harus memuat teori pengetahuan dan etika. 

Hukum Tidak Dibuat dengan Sengaja

Hakikat hukum adalah akal yang benar, yang sesuai dengan alam; ia dapat diterapkan dimanapun, tidak berubah, dan abadi; ia menuntut kewajiban melalui perintah-perintahnya dan mencegah perbuatan yang salah melalui larangan-larangannya. 

Kendati demikian, hukum alam ini tidak dibuat oleh akal pikiran manusia melainkan dibuat secara langsung oleh Tuhan untuk mengatur kehidupan di dunia. 

Tatanan Sudah Dianggap Ada

Nanti dalam perjalanan sejarah, hukum alam semakin menyurut seiring dengan naiknya hukum positif dan publik atau hukum yang positif dan publik atau hukum perundang-undangan. Kendati demikian, hukum alam tidak hilang sama sekali sebagai tipe tatanan tertentu. 

Menurut Aristoteles, hukum alam adalah hukum yang selalu berlaku dan bersifat universal, karena hubungannya dengan aturan alam sehingga hukum tidak pernah berubah, lenyap dan berlaku dengan sendirinya. 

Wujud Hukumnya adalah Transendental

Pemikiran transendental dapat dilihat pada nilai nilai agama, spiritual, etika, dan moralitas yang penuh dengan dinamika dan pergumulan pemikiran yang lahir dalam rentang sejarah yang panjang.
Dalam hal ini, pemikiran transendental mulai mengangkat hal-hal yang sifatnya irasional dan metafisika (emosi, perasaan, intuisi, nilai pengalaman personal, spekulasi), moral, dan spiritual sebagai bagian integral dalam memahami keilmuan. 

Teori-teori hukum alam adalah perburuan untuk mencari keadilan yang mutlak. Seperti dikemukakan di atas, usaha tersebut didasari oleh keyakinan, bahwa nun jauh di sana ada tatanan yang mutlak yang harus menjadi pedoman dari tatanan dunia ini. Cara yang demikian itu tentu saja sangat berbeda dari cara-cara empirik-rasional sekarang.


You May Also Like

0 komentar

Pages