Selamat Hari Lahir PMII, Ini Dariku Yang Tidak Tahu Diri
Aku adalah seorang sahabat, panggilan bagi mahasiswa yang terhimpun dan menjadi anggota PMII (Pergerakan Mahasiswa Seluruh Indonesia).
Aku ikut MAPABA di tahun 2018, dimana di saat MAPABA tersebut aku bertemu orang-orang hebat dan keren di kampus. Aku ikut MAPABA PMII Rayon Syariah Komisariat UIN Walisongo Semarang, yang saat itu ketua rayonnya masih Mas Soni, orang yang aku anggap layaknya abang sendiri sama seperti Mas Inung.
Kali ini, aku akan bercerita bagaimana aku mulai berproses di PMII melalui tulisan dengan bahasa yang sopan. Kalau kalian tahu, biasanya tulisanku yang sebelum-sebelumnya kurang baik dalam menyampaikan sesuatu dalam bentuk pilihan kata.
Karena kali ini yang dibahas adalah tentang kisahku dan PMII itu sendiri, memang selayaknya menggunakan bahasa yang baik.
Aku dan PMII
Seperti yang telah disebut di awal, aku resmi menjadi bagian dari PMII sejak tahun 2018. Tahun pertama aku mulai kuliah, serta tahun yang mengawali semua kisah pencarian ilmu dan pengalaman di tanah rantau Semarang.
Banyak kisah yang telah aku ukir bersama baju berlabel PMII-ku. Mulai dari yang keren sampai hal-hal yang membuatku jengkel.
Hal keren tentu sangat banyak tak terhitung jumlahnya, dan tak perlu dijelaskan lagi. Hal menjengkelkan? Tentu ada, walaupun tidak banyak-banyak amat.
Salah satu hal kerennya dan yang paling utama adalah aku bisa mengenal banyak sekali orang-orang hebat dari berbagai pelosok negeri, ya walaupun sebagian besar orang Jawa semua.
Dan hal yang menjengkelkannya, kalian tidak perlu tahu itu. Yang perlu diketahui adalah bahwa ada perkara keren dan hal yang tidak keren itu normal. Setiap ada hal positif pasti ada yang negatif.
Maafkan Aku PMII
Nampaknya, ilmu dan bakti belum benar-benar aku kuberikan. Iya, aku terkesan leyeh-leyeh dalam ber-PMII, tidak seperti kawanku yang begitu militan dan berjuang demi PMII.
Ada banyak hal yang menjadi catatan bahwa aku kurang memaksimalkan berproses di PMII. Salah satunya aku kurang begitu perhatian dengan segala agenda yang ada kaitannya dengan PMII, aku bahkan tidak pernah peduli dengan temanku yang keluar dari kampus karena tidak mampu membayar UKT. Sahabat macam apa aku ini?
Aku iri dengan mereka yang begitu loyal dan militansinya yang keren dengan PMII. Aku? Diskusi PMII saja sangat jarang.
Bisa dikatakan aku adalah sahabat PMII yang kurang bersahabat, bahkan dengan sahabat-sahabatku yang hanya makan sehari sekali demi memangkas kebutuhan biaya hidupnya.
Maafkan aku PMII, aku belum benar-benar keren layaknya sahabat-sahabatku yang lain. Tapi tetap, kau adalah bagian dari hidupku sekarang dan selanjutnya.
Beberapa paragraf terakhir ini adalah kutipan yang begitu puitis dari sahabatku Fajri yang dia tulis di story WhatsApp-nya, itu juga mewakili pesanku pada PMII.
Banyak doa untukmu di hari ini duhai Biru Kuning.Semoga apa-apa yang kulihat dari sahabat-sahabatku benar-benar doa yang tulus untukmu, bukan yang lainnya.Semoga terwujud doa-doa untukmu wahai PMII.Kau bukan batu loncatan.Kau bukan alat tukar kekuasaan.Kau bukan sebuah kepentingan kepribadian.Kau adalah alat perjuangan dan pengabdian.Aku masih percaya itu.
Usiamu sudah 60 tahun.Usia yang tak lagi muda ternyata.Selamat bagi yang sedang sedang merayakan dirgahayu.Namun tak cukup sampai disini sahabat!Setelah ini mari kabarkan bahwa akan ada perubahan.Diskusi lebih semangat.Lebih berkontribusi.Berpikir untuk rakyat.Lakukan gerakan untuk kaum tertindas.Yang terpenting ialah jadikan Biru Kuning sebagai organisasi perjuangan.Bukan tentang cari-cari posisi.Lakukan revolusi dengan caramu sendiri.Tetap di garis rakyat sahabat.Mungkin aku pribadi masih sangat kurang dalam perjuangan ini. Tapi aku tetaplah sama, aku adalah seorang sahabat, sekarang dan seterusnya.
Selamat Hari Lahir PMII yang ke setengah abad lebih sedekade, ini adalah ucapan dariku yang tidak tidak tahu diri, sama sekali.
Baca juga:
0 komentar