Namaku Aneh (?)!!
Namaku Moh. Zakariyah, akrab dengan panggilan Jejek. Eitssss, kok Jejek? Jauh banget perasaan dari nama lengkapnya. Biasa aja dong! Gak usah ngegas! Tunggu penjelasanku dulu.
Yuk, kita mulai diskusikan dari mana asal muasal nama "Jejek" itu. Kok diskusi? Bukannya aku sendiri yang nulis? Kalau diskusi kan ambil em-em-te terus duduk bareng, basa basi tentang isu atau tema khusus, sambil ditemani "jajan pergerakan" yang pedas itu, dan kalau lagi dalam keadaan bejo, biasanya ada gorengan, es teh lagi. Nah, itu baru namanya diskusi.
Mbuh ah!, Terserah kalian akan menyebut ini diskusi atau hanya tulisan deskriptif biasa, atau bahkan tulisan ini hanya sekedar post rutinan untuk target upload tiap hari di PadePadeMaca (target tinggi, realitanya malah nggak, wkwkwkwk...). Atau mungkin kalian hanya gabut gak ada kerjaan, makanya lihat tulisan ini, hahaha.
Kapan mulainya kalau narasi awal hanya saling menyalahkan. Sama seperti nama panggilan dan nama lengkapku yang punya sedikit problem, terlalu sering disalahkan. Sampai kadang-kadang, aku sering malu menyebut nama panggilan sendiri saat ditanya, belum lagi dengan nama lengkapku yang ada huruf h-nya. Kan jadi aneh sih! Masa sama nama sendiri malu, hahahaha.
Pergulatan Klasik Bawean-Madura, Sering "Masalbut" Nama
Aku lahir di Pulau Bawean pada tahun 1999. Yapss, anak 90-an punya mang! Dimana, anak generasi tahun 90-an itu merupakan generasi emas dalam hal bermain, semua permainan dimainin, semua hal yang dimainin adalah permainan. Mbulet aja perasaan dari tadi, upssss... . Mungkin, di dekade 2000-an awal ini bisa jadi merupakan dekade terakhir permainan tradisional berada dan masih eksis dimainin, yang dimana anak 90-an pemainnya. Aku juga termasuk dong!.
Di Bawean, permainan anak 90-an seperti: guli (main kelereng), buin (main benteng-bentengan), bejjher (gobak sodor), ghepleng (nggak tau apa nama permainan ini dalam bahasa Indonesia), dan masih banyak lagi. Aku cowok, ya tetap aja permainan yang paling aku sukai waktu SD itu sepak bola.
Permainan di atas mungkin masih bisa eksis saat dekade segitu (dekade 2000-an awal) di Bawean karena masih jarang ada hape, listrik 24 jam, dan PlayStation 2. Punya hape cina aja dulu udah keliatan keren banget, wkwkwkwk.
Lupakan dulu tentang tahun 90-an dan aneka permainannya, aku akan bahas satu-satu permainan di atas di artikel yang berbeda. Aku pengen fokus aja sama nama "Jejek"-ku. Nama aneh, perpaduan antara nama modern Jack dan kebiasaan klasik orang Bawean yang sering gonta-ganti nama panggilan orang, serta peran kerabat kakek saya, Wa Mumu dalam penamaan "Jejek" ini.
Sama sih, orang Madura juga gitu, sampai-sampai ada lagu yang populer di daerah Bawean-Madura yang liriknya begini "Reng maddhure kabenya'an lakar ken gheoghe, nama ghus beghus, epasalbut epasal-salan!". Nggak usah nyanyi juga kali.
Jejek dan Jackie Chan
Tahu Jackie Chan gak? Pasti tau dong. Iya, di rentang dekade 80-an dan 90-an, sang aktor benar-benar berada di puncak karir, sehingga gak berlebihan jika ngomong "Siapa sih yang gak kenal Jackie Chan?"
Rush Hour, Police Story, Who am I?, adalah sedikit dari banyak film yang dibintangi sang maestro Kungfu dari Cina tersebut. Dan perlu diketahui, film tersebut merupakan film-film besar yang perdana tayang di dekade 80-an dan 90-an.
Nama Jackie Chan begitu terkenal, bahkan terkenalnya aja sampai ke Bawean, yang notabene di dekade tersebut masih tergolong awam IPTEK, tidak seperti sekarang ini yang sudah nggak kudet lagi. Kalau tetap aja ngomongin Bawean yang sekarang itu masih terpencil dan selalu ketinggalan informasi, salah besar. Pulau boleh jauh di tengah laut Jawa, tapi informasi selalu up to date mang! Apalagi berita artis.
Aku terlahir dengan diberi nama oleh orang tuaku Zakariyah, lengkapnya Moh. Zakariyah, iya aku tau, pasti kalian bakal ngomong "Kok ada huruf h-nya?!". "Nyenyenye buat kalian! Hahahaha"
Dengan nama Zakariyah, pasti biasanya punya nama panggilan Jaka atau Jack, sama sepertiku yang awalnya dipanggil dengan nama Jack. Yups, terinspirasi dari Jackie Chan. Sumpah, terlanjur terkenal bapak Jackie itu, sampe nama panggilanku aja terinspirasi dari Jackie Chan.
Dengan mata sipit, pipi bakpao, dan kulit putih khas oriental, banyak orang yang menyebut aku Jackie Chan cilik. Sesuai nama juga sih, Zakariyah, Zak, karena orang Bawean sering ganti nama panggilan orang dan gak mau "ribet" manggil Zakariyah, namaku bertransformasi menjadi Jek. Gak mungkin juga ya orang Bawean manggil aku dengan sebutan Jack, keliatan "Barat" banget namaku.
Dari Jek menjadi Jejek
Pasti kalian nggak terima kalau aku tadi ngomong kulit putih khas oriental, iya kan? Aku yakin, pasti kalian benar-benar nggak terima, faktanya aku sekarang hitam merata langsat dengan muka amit-amit, hahaha. Mirip Jackie Chan, dulu sih, itu dulu! Sekarang mah nggak, malah mirip preman kata teman kuliahku.
Terinspirasi dari Jackie Chan dan memiliki nama Zakariyah, orang terlalu "malas" buat ngomong "Jak" dari panggilan Jaka, dan nama Jaka udah ada waktu itu, dua orang malah, eh nggak ih, ternyata banyak orang dengan nama Zakariya dan Jaka.
Evolusi dari nama Zakariyah, Jaka, Jek, kemudian Jejek. Nah ini, kita bakal bahas nama Jejek setelah sekian paragraf muter sana-sini penjelasannya.
Nama Jejek itu dimulai dari seorang tetangga yang memang biasa memanggil orang dengan nama berulang dari penyebutan huruf terakhir dari nama panggilannya, seperti: nama Amin jadi Mimin, Robit jadi Bibit, Adek jadi Dedek. Orang tersebut bernama Wa Mumu, dan tiga nama di atas merupakan cucu-cucunya.
Dengan nama yang populer di kampung adalah Jek, Wa Mumu memanggilku Jejek. Dan seterusnya, orang lebih sering memanggil Jejek sampai sekarang ketimbang manggil Jek.
Kesimpulannya, nama Jejek berasal dari anu, itu. Masa iya aku sebut dan jelaskan lagi asal usul namaku kan capek. "Intine ngunu lah!" Kata orang Jawa.
Aku Versus Dosen
Beda halnya problem nama lengkapku dengan h-nya, para guru dan ustadz saya sering nanya ini itu. Nama panggilan Jejek nggak begitu dipersoalkan, beliau semua sudah paham dengan perubahan nama yang signifikan itu (njir... tinggi banget bahasanya, signifikan). Maklum, khas Bawean banget, nama bagus sering diubah-ubah.
Beda halnya dengan dosen disini (Semarang), yang memang punya tradisi dan kultur berbeda, termasuk dalam hal pemberian nama, termasuk nama panggilan.
Aku sampai "capek" dan kadang "malu" kalau ditanya soal nama lengkap, apalagi nama panggilan Jejek.
"Moh. Zakariyah!" kata dosen sambil melihat daftar nama mahasiswa di kelas.
"Hadir!" kujawab spontan dan suara nyaring khas pesisir dengan logat Madura.
"Asalnya mana mas?"
"Bawean bu!"
"Dimana lagi itu Bawean?"
"Gresik bu!"
"Logatnya kok gitu?"
"Biasa bu, logat Madura bu!"
"Owalah Madura!" Jawab Bu Feni mengangguk.
"Iya bu!" jawabku mengiyakan.
"Nama panggilannya siapa mas?" Bu Feni bertanya lagi.
"Jejeeek!" jawab kawan kelas serempak.
"Hah?! Jejen?"
"Jejek bu!" kataku
"Jejep?"
"Jejek bu!"
"Jejen?"
"Jejek bu?!!!" jawabku rada emosi.
"Owalah Jejek ya! Yasudah, ibu panggil Zakariyah saja ya!" tukas Bu Feni santai.
"Bahhhh... ini ngajak rusuh!! Hahaha..." jawabku dalam hati.
0 komentar