Teori Viktimologi
Pengertian Viktimologi dan Perkembangannya
Viktimologi, berasal dari kata victim (korban) dan logis (ilmu pengetahuan), bahasa latin victima (korban) dan logos (ilmu pengetahuan). Secara sederhana viktimologi artinya ilmu pengetahuan tentang korban (kejahatan). Menurut kamus Crime Dictionary yang dikutip seorang ahli (Abdussalam, 2010:5), victim adalah “orang yang telah mendapat penderitaan fisik atau penderitaan mental, kerugian harta benda atau mengakibatkan mati atas perbuatan atau usaha pelanggaran ringan dilakukan oleh pelaku tindak pidana dan lainnya”.
Viktimologi sebagai kajian ilmiah telah menghasilkan teori-teori, utamanya teori viktimisasi kriminal dalam berbagai dimensi paradigmatik, yang secara paralel melengkapi paradigma-paradigma kriminologi yang relevan. Namun demikian menurut pengamatan Rock, teori-teori viktimologi cenderung dangkal, yang tercermin dalam pemikiran viktimologi positivis (yang mengunggulkan teori aktivitas rutin), radikal (yang hanya mempolitisasi korban kejahatan), dan kritis (melandaskan diri pada teori-teori labeling). Ketika pemikiran post-modern dan budaya muncul, hal itu juga disertai dengan munculnya pemikiran viktimologi post-modern.
Oleh karena pemikiran post-modern merupakan pemikiran yang mengkritik pemikiran-pemikiran sebelumnya, maka untuk memahami viktimologi post-modern perlu memahami dasar-dasar paragdimatik post-modern secara umum dan kriminologi post-modern (dan budaya) secara khusus yang bertautan dengan viktimologi post-modern.
Perkembangan viktimologi hingga keadaan seperti sekarang tentunya tidak terjadi dengan sendirinya, namun telah mengalami beberapa perkembangan yang dapat dibagi dalam tiga fase yaitu:
- Penal or special victimology, di fase pertama ini viktimologi hanya mempelajari korban kejahatan saja.
- General victimology, di fase kedua ini viktimologi tidak hanya mengkaji masalah korban kejahatan saja, tetapi juga meliputi korban kecelakaan.
- New victimology, di fase ketiga ini viktimologi lebih luas lagi, yaitu mengkaji permasalahan korban penyalahan kegunaan kekuasaan dan hak-hak asasi manusia.
Ruang Lingkup Viktimologi
Korban kejahatan pada awalnya tentu korban perseorangan atau individu. Kemudian pada tahap perkembangannya, korban bukan saja perorangan, tapi meluas dan kompleks. Persepsinya tidak hanya banyaknya jumlah korban (orang), namun juga korporasi, institusi, pemerintah, bangsa, dan negara. Hal ini juga dinyatakan oleh Arif Gosita bahwa korban dapat berarti individu atau kelompok baik swasta maupun pemerintah.
Adapun obyek studi atau ruang lingkup viktimologi menurut Arief Gosita adalah sebagai berikut :
- Berbagai macam viktimisasi kriminal atau kriminalistik.
- Teori-teori etiologi viktimisasi kriminal.
- Para peserta yang terlibat dalam terjadinya atau eksistensi suatu viktimisasi kriminal atau kriminalistik, seperti para korban, pelaku, pengamat, pembuat undang-undang, polisi, jaksa, hakim, pengacara dan sebagainya.
- Reaksi terhadap suatu viktimisasi kriminal.
- Respon terhadap suatu viktimisasi kriminal: argumentasi kegiatankegiatan penyelesaian suatu viktimisasi atau viktimologi, usahausaha prevensi, represi, tindak lanjut (ganti kerugian), dan pembuatan peraturan hukum yang berkaitan.
- Faktor-faktor viktimogen/ kriminogen.
Ruang lingkup atau objek studi viktimologi dan kriminologi dapat dikatakan sama, yang berbeda adalah titik tolak pangkal pengamatannya dalam memahami suatu viktimisasi kriminal, yaitu viktimologi dari sudut pihak korban sedangkan kriminologi dari sudut pihak pelaku. Masing- masing merupakan komponen komponen suatu interaksi (mutlak) yang hasil interaksinya adalah suatu viktimisasi kriminal atau kriminalitas.
Teori-Teori Viktimologi Kontemporer
Adapun teori-teori viktimologi kontemporer, antara lain:
1. SituateTransaction Model (Luckenbill,1977)
Dalam hubungan interpersonal, kejahatan dan viktimisasi pada dasarnya adalah kontes karakter yang tereskalasi, mulanya adalah konflik mulut yang meningkat menjadi konflik fisik yang fatal
2. Threefold Model (Benjamin & Master)
Kondisi yang mendukung kejahatan terbagi menjadi 3 kategori:
- Precipitating factors;
- Attracting factors;
- Predisposing (socio demographic) factors.
3. Routine Activities Theory (Cohen & Felson, 1979)
Kejahatan dapat terjadi ketika terdapat tiga kondisi sekaligus yakni target yang tepat, pelaku yang termotivasi dan ketiadaan pengamanan.
Baca juga:
0 komentar